Ads

Tuesday, September 4, 2012

Kasih Diantara Remaja Jilid 051

◄◄◄◄ Kembali

"Li Hoa, kau belum menjawab pertanyaanku tadi."

Li Hoa sudah selesai mengikat rambut dan kini gadis itu berhadapan dengan Han Sin. Matanya tajam menentang pandang mata Han Sin dan kedua pipinya kemerahan, cantik bukan main pipi dan mata itu!

"Kau sudah tahu akan isi hatiku sejak pertemuan kita dahulu, kenapa masih bertanya lagi?" akhirnya gadis itu menjawab setelah menundukkan mukanya.

Tergetar hati Han Sin. Gadis seperti ini cantik jelita, gagah perkasa, apalagi mencintanya, sudah sepatutnya dibela dengan nyawa. Gadis seperti ini jarang dapat ditemui keduanya di dunia. Terkenang ia kepada Tilana dan rasa jengah dan malu menyelubungi hatinya.

Orang macam apakah dia ini? Menurutkan nafsu hatinya, seakan-akan ia mencinta Tilana yang harus diakui paling cantik di antara semua gadis yang pernah ia kenal. Menurutkan bisikan sanubarinya seakan-akan ia harus membalas cinta kasih Li Hoa yang begini murni. Akan tetapi entah bagaimana, semua bisikan dan nafsu hati dan sanubarinya itu terkalahkan oleh perasaan yang sudah melekat di seluruh hati dan pikirannya bahwa hanya Bi Eng-lah sebetulnya yang ia inginkan agar selalu berada di sisinya selama hidup!

Tapi hati ini mau saja bertindak sendiri. Di luar kesadarannya, tangan kanannya bergerak dan menangkap tangan Li Hoa. Gadis itu kaget, menatap wajah Han Sin, lalu menunduk kembali dengan muka makin merah, akan tetapi kedua tangannya menyambut uluran tangan Han Sin. Tes .... tes ..... dua butir air mata yang hangat menetes turun di atas tangan Han Sin.

Sampai lama mereka tidak bergerak, juga tidak bicara, hanya tangan mereka yang saling berpegangan itu menjadi pengganti suara hati. Han Sin merasa amat tidak tega untuk mengaku terus terang bahwa dia tak dapat menyambut cinta kasih gadis ini, selain tidak tega, juga tidak berani, takut melihat akibat seperti yang telah terjadi pada diri Tilana. Akan tetapi, kalau ia diamkan saja iapun merasa berdosa, seakan-akan ia menipu kasih sayang murni dari gadis itu.

"Li Hoa, kenapa kau berada di sini? Bukankah tadinya kau berada di Ta-tung? Dan bagaimana kau meninggalkan Bi Eng ......?" Pertanyaan ini menjadi penolongnya, memecahkan suasana mesra yang membahayakan pertahanan hatinya itu.

Li Hoa dengan malu-malu melepaskan kedua tangannya. Sinar matanya berseri dan cemerlang ketika ia menatap wajah Han Sin. "Aku mendengar dari Bi Eng bahwa kau hendak mencari Hoa-ji untuk memenuhi permintaan Pangeran Yong Tee ......”

Han Sin mengerutkan kening. Alangkah mudahnya wanita menyebar berita. Memang ia tidak memesan kepada Bi Eng supaya jangan bercerita tentang hal itu kepada orang lain, akan tetapi tidaklah Bi Eng dapat mengerti bahwa hal itu adalah rahasia hati Pangeran Yong Tee?

"Jadi dia sudah menceritakannya kepadamu?" katanya perlahan.

LI HOA dapat menangkap penyesalan dalam kata-kata singkat ini, maka khawatir kalau pemuda ini marah kepada Bi Eng, ia cepat berkata, "Hal hubungan antara Pangeran Yong Tee dan Hoa-ji memang rahasia bagi banyak orang, akan tetapi bukan rahasia lagi bagiku dan bagi mendiang ayahku. Mereka memang sudah mengadakan perhubungan semenjak Hoa Hoa Cinjin masih berada di kota raja."

"Ayahmu sudah meninggal dunia?"

Li Hoa mengangguk. "Bhok-kongcu jahanam besar itulah yang membunuh ayah!" katanya dengan wajah bengis. "Justeru karena inilah maka aku dan Li Goat mati-matian membantu bala tentara Mancu untuk membinasakan Pangeran Galdan atau Bhok-kongcu itu bersama antek-anteknya!"

Han Sin mengangguk-angguk. Ia dapat menduga mengapa Thio-ciangkun, ayah Li Hoa, dibunuh oleh Bhok Kian Teng. Ia sudah maklum bahwa Thio-ciangkun adalah seorang yang amat setia kepada Pangeran Yong Tee, karena itu maka dimusuhi Bhok-kongcu dan dibunuh. Sama sekali ia tidak tahu bahwa dibunuhnya Thio-ciangkun sebetulnya adalah karena gara-gara .... Bi Eng!

Seperti pernah dituturkan di bagian depan dari cerita ini, Bi Eng pernah tertawan oleh Bhok-kongcu dan berada dalam bahaya yang lebih mengerikan daripada maut. Baiknya Li Hoa yang tahu akan hal ini mendesak ayahnya supaya minta pertolongan Yong Tee supaya minta gadis tawanan itu dari tangan Bhok-kongcu. Inilah sebab terutama yang membuat Bhok-kongcu menaruh hati dendam kepada Thio-ciangkun dan sebelum Pangeran Mongol ini melarikan diri ke utara dan memimpin pemberontakan, lebih dulu ia bunuh ayah Li Hoa untuk melampiaskan kemarahan dan dendamnya.

"Akan tetapi, kenapa kau berada di sini?" tanya pula Han Sin.

"Setelah aku mendengar dari adikmu bahwa kau pergi mencari Hoa-ji di daerah ini, aku merasa amat khawatir. Aku cukup maklum akan kelihaianmu, akan tetapi kau tidak mengerti bahwa di sini banyak sekali berkumpul orang-orang lihai, terutama Pak-thian-tok tadi. Aku… aku sengaja menyusulmu untuk memperingatkan kau akan tokoh ini....., tidak tahunya aku sendiri bertemu dengan dia!"

Terharu sekali hati Han Sin. Ingin ia menghibur Li Hoa, ingin ia berterus terang bahwa ia tak dapat membalas budi dan cinta kasih sebesar itu, akan tetapi ia tidak kuasa membuka mulut. Tidak tega ia melukai hati Li Hoa. Akhirnya berkata juga dia,

"Li Hoa, terima kasih atas segala kebaikan hatimu. Kuharap sekarang kau kemball ke Ta-tung, harap kausuka menjaga Bi Eng. Jangan kau mengkhawatirkan aku, aku dapat menjaga diriku sendiri. Kembalilah kau .......”

Setelah tadi menyaksikan betapa Han Sin dapat melawan Bhok Hong, memang tahulah Li Hoa bahwa pemuda ini memiliki kepandaian yang luar biasa sekali dan bantuannya sama sekali tidak akan ada artinya. Juga ia dapat menangkap bahwa permintaan ini tak dapat ia bantah lagi, maka ia mengangguk dan berkata,

"Baik-baiklah kau menjaga diri .....”

"Selamat jalan, Li Hoa."

"Sampai berjumpa kembali di Ta-tung..., koko (kanda)......." kata gadis itu malu-malu dan cepat ia meloncat lalu melarikan diri pergi dari situ!

Han Sin menarik napas panjang, lalu menggerutu,

"Cinta..... cinta..... kau suka sekali mempermainkan hati muda sesukamu....” Sampai lama ia merenung seorang diri, namun tetap saja tak dapat ia memecahkan persoalan sulit daripada cinta kasih yang mempermainkannya, yang menimbulkan liku-liku asmara yang membingungkan di sekelilingnya. Tilana ...... Thio Li Hoa ..... Bi Eng ......!

Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan keras dan muncullah belasan orang anggauta tentara Mancu yang berlari-lari ketakutan. Ada di antara mereka yang pakaiannya cobak-cabik dan berdarah di sana-sini.

"Celaka kalau muncul si jangkung pemelihara harimau ......!” terdengar seorang di antara mereka berkata.

"Jangan-jangan orang Mongol akan mengajukan Kalisang siluman itu dan harimaunya.....!” kata yang lain.

"Aduh... aduh!” seorang yang.pakaiannya koyak-koyak tiba-tiba terguling dan ketika dilihat oleh kawan-kawannya ia telah tewas!

"Sudah lima orang kawan tewas. Celaka ...., lari ......!”

Akan tetapi kembali dua orang terguling dan tewas, biarpun luka-luka mereka itu tidak hebat. Makin ketakutanlah sisa rombongan tentara Mancu ini dan mereka cepat melarikan diri. Namun tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu Han Sin sudah berada di depan mereka.

Pemuda ini amat tertarik hatinya ketika mendengar percakapan mereka tentang seorang jangkung berbangsa Mongol yang bernama Kalisang dan memelihara harimau. Teringat ia akan cerita mendiang Ang-jiu Toanio ketika hendak meninggal dunia, yaitu tentang adik kandungnya yang diculik oleh Ang-jiu Toanio, dan kemudian adik kandungnya itu dirampas oleh seorang Mongol gundul yang memelihara harimau!

Orang-orang Mancu yang sedang ketakutan itu makin kaget ketika tiba-tiba entah dari mana datangnya, muncul seorang pemuda tampan di depan mereka. Han Sin tak mau membuang banyak waktu.

"Lekas bilang, apakah siluman jangkung pemelihara harimau itu seorang Mongol yang berkepala gundul?"

"Betul ..... " kata seorang di antara mereka.

Han Sin berkelebat dan lenyap lagi. Orang-orang Mancu menjadi pucat, saling pandang, kemudian ...... lari tunggang-langgang.

"Celaka ....., di siang hari bertemu dengan siluman-siluman berkeliaran ......” keluh mereka ketakutan.

Han Sin berlari cepat menuju ke arah dari mana orang-orang itu datang. la tiba di sebuah hutan berbatu-batu. la mencari-cari dengan matanya, akan tetapi tempat itu sunyi dan gelap. Tak terdengar seekorpun binatang hutan kecuali burung-burung di udara dan di pohon-pohon. Agaknya binatang-­binatang hutan bersembunyi, sama sekali tidak berani memperlihatkan diri atau mengeluarkan suara.

Tiba-tiba terdengar geraman yang luar biasa kerasnya. Geram harimau! Akan tetapi, bukan main hebatnya, serasa bergoyang bumi dibuatnya. Han Sin kagum sekali. Tentu seekor harimau yang amat besar, biarpun ia sering kali melihat harimau dan mendengar aumnya, namun belum pernah mendengar geraman harimau sedahsyat itu.
Selagi ia hendak lari ke arah suara harimau yang agak jauh dari situ, tiba-tiba ia mendengar teriakan orang ketakutan dari arah berlainan, yaitu dari arah gunung-gunungan yang banyak gua-guanya. Ada orang terancam bahaya, pikirnya, dan jiwa satrianya membuat ia membelokkan kaki menuju ke arah suara ini lebih dulu untuk menolong orang yang berteriak-teriak ketakutan itu.

Ternyata suara itu datangnya dari sebuah gua besar dan ketika ia memasuki gua itu, ia melihat seorang laki-laki Bangsa Mancu menjerit-jerit ketakutan dalam sebuah kerangkeng beruji besi yang amat kokoh kuat. Laki-laki ini ketakutan setengah mati, agaknya setelah mendengar auman harimau yang masih bergema itu.

Akan tetapi munculnya seorang pemuda tampan yang tangan kirinya dibalut dan digantung membuat ia terdiam heran biarpun tubuhnya masih menggigil dan wajahnya pucat.

"Kenapa kau di sini? Siapa yang menawanmu?" tanya Han Sin.

"Tolonglah hamba..... orang gagah, tolonglah......" orang itu meratap dalam Bahasa Mancu yang dimengerti baik oleh Han Sin. Memang pemuda ini dahulu di Min-san sudah mempelajari bahasa-­bahasa asing di sekitar Tiongkok. "Hamba .... ditawan oleh..... Kalisang.... dan itu dia dan.... harimaunya sudah terdengar suaranya...... tolonglah .......”

Girang hati Han Sin. Kiranya orang ini seorang yang akan dijadikan korban, hendak dijadikan santapan harimau peliharaan Kalisang! Kesempatan bagus untuk mencari keterangan perihal adik kandungnya! Cepat ia menggunakan tangan kanannya merenggut putus beberapa buah ruji besi di belakang orang itu yang memandang dengan mata terbelalak heran.

"Lekas keluarlah dan bersembunyilah. Kau harus lari dari jurusan lain supaya jangan jumpa di jalan dengan harimau itu."

Orang itu saking girangnya, lupa mengatakan terima kasih. Terus saja ia meloncat keluar dan berlari sipat kuping menuju ke arah yang berlawanan dengan arah di mana terdengar auman harimau itu. Han Sin lalu memasuki kerangkeng itu dari belakang, duduk bersandar pada bagian yang sudah ia rusak rujinya, menanti tenang.

Suara auman harimau makin lama makin dekat dan tiba-tiba muncullah seekor harimau besar sekali di depan gua, bersama seorang laki-laki yang aneh. Orang ini bertubuh tinggi kurus, kepalanya gundul pelontos mengkilap seakan-akan kepala yang benjal-benjol itu digosok dan disemir selalu! Kerut keningnya membayangkan watak yang pemarah dan lucunya, di kedua telinganya bergantungan dua buah anting-anting! Adapun harimau itu benar-benar seekor harimau yang besar sekali dan nampaknya amat kuat dan buas, akan tetapi jinak di dekat orang gundul tinggi kurus itu.

Inilah Kalisang, orang Mongol pemelihara macan yang pernah kita temui satu kali dalam jilid yang lalu. Seperti telah dituturkan dalam cerita itu, Kalisang telah merampas bayi dalam gendongan Ang­jiu Toanio di dalam hutan dan pada saat ia hendak memberikan bayi itu kepada harimaunya, muncul Hoa Hoa Cinjin yang mengalahkannya dan merampas bayi itu.

Kini Kalisang memandang dengan muka muram ke dalam kerangkeng. Ia amat heran karena tadi yang ditangkapnya untuk dijadikan mangsa harimaunya adalah seorang Mancu, musuh bangsanya. Kenapa sekarang tahu-tahu telah berobah menjadi seorang pemuda Bangsa Han tampan? Tak senang ia melihat mata pemuda itu yang mencorong tajam, malah harimaunya yang tadinya menggeram melihat calon mangsanya, kini agak mendekam dan mengeluarkan gerengan takut ketika matanya bertemu dengan pandang mata pemuda itu yang tidak kalah tajam dan berpengaruh!

"Ke manga pelginya olang Mancu itu? Kau ini setang dali manga belangi masuk ke sini?" tanyanya dengan suaranya bindeng.

Geli juga hati Han Sin mendengar orang bindeng ini bicara. Kalau Bi Eng berada di sini, tentu ia akan terpingkal-pingkal, pikirnya.

"Apa kau yang bernama Kalisang?" tanyanya tak acuh.

"Betul, aku Kalisang dan kau akang mengjadi makangang macangku! Ha ha, dagingmu lebih empuk tengtu dali pada daging olang Mancu .....!”

Kalisang melangkah maju, mengeluarkan sebatang kunci dan membuka pintu depan kerangkeng yang dikuncinya itu. Dengan muka menyeringai ia lalu menarik pintu kerangkeng terbuka. Akan tetapi, ia merasa heran melihat harimaunya tidak lekas menubruk maju. Biasanya, begitu kerangkeng dibuka, harimaunya itu terus saja menubruk maju dan menyerang calon mangsanya di dalam kerangkeng. Sekarang ini si macan hanya menggereng-gereng memperlihatkan taringnya dan matanya mencorong ke arah Han Sin.

"Anakku .....hayo maju, makang dia ..... hayoh .....!” Kalisang mendesak harimaunya.

Han Sin tidak takut sama sekali menghadapi harimau itu, akan tetapi ia merasa kurang leluasa kalau harus melawan harimau di dalam kerangkeng yang sempit. Maka ia mendahului keluar dari kerangkeng menghadapi Kalisang dan harimaunya dengan tangan kiri tergantung.

"Kalisang, aku tidak ingin bermusuhan denganmu. Kedatanganku ini hanya hendak bertanya, ke mana perginya anak perempuan yang belasan tahun yang lalu kaurampas dari tangan Ang-jiu Toanio?"

Sambil bertanya demikian, pandang mata Han Sin menyambar-nyambar dari Kalisang kepada harimau itu dan meremang bulu tengkuknya kalau ia membayangkan betapa adik kandungnya itu sudah dijadikan mangsa harimau ini!

"Kau....kau bilang apa....?" Kalisang bertanya, wajahnya agak berubah. "Kau siapa ....?"

"Tak perlu kau mengenal aku siapa, hanya patut kau ketahui bahwa anak perempuan yang masih bayi, yang kaurampas dari tangan Ang-jiu Toanio dulu itu, dia adalah adik kandungku. Di mana dia??" Kini di dalam suara Han Sin terkandung ancaman hebat.

Kalisang menepuk pantat harimaunya dan binatang itu kini mulai menyerang, menubruk dengan kuat sekali ke arah Han Sin.

"Heh heh, kau mau mampus masih benglagak .......!“

Akan tetapi alangkah kagetnya hati Kalisang ketika melihat betapa pemuda itu hanya dengan sebelah tangan, menggeser kaki ke samping lalu tangan itu bergerak cepat, menampar mulut macan.

"Prakk!"

Harimau terbanting dan mulut harimau itu hancur, giginya pada copot dan bibirnya berdarah sampai ke hidungnya! Harimau itu kesakitan dan marah sekali. Kembali ia meloncat dengan tubrukannya, kini kedua kakinya juga ikut mencakar.

Kembali Han Sin bergerak cepat, dua kali tangan kanannya bergerak dan "Plak! Plak!" Harimau itu sekali lagi terbanting dan bergulingan sambil menggereng-gereng kesakitan. Ternyata semua tulang kaki depannya telah remuk oleh tamparan Han Sin tadi! Setelah tulang kaki depannya patah-patah dan mulutnya berikut gigi-giginya rusak, harimau besar ini tak berdaya lagi.

Kalisang membelalakkan matanya. la marah bukan main, sambil mengeluarkan seruan panjang dan aneh ia melangkah maju dan tangan kanannya bergerak ke depan. Lengan ini terus mulur panjang dan biarpun jarak antara dia dan Han Sin ada satu setengah meter lebih jauhnya, tangannya masih dapat mencengkeram ke arah pundak kanan pemuda itu! Han Sin merasa heran karena belum pernah ia melihat ilmu seperti ini, akan tetapi ia sengaja bergerak lambat dan memberi kesempatan kepada tangan lawan untuk mencengkeram pundaknya.

Kalisang berseru kaget ketika tangannya mencengkeram pundak yang menjadi lunak seperti kapas saja sehingga semua tenaganya amblas dan lenyap ke pundak lawan, dan lebih-lebih kagetnya ketika tiba-tiba tangan Han Sin sudah menotok jalan darah di dekat sikunya yang sekaligus membuat tangannya itu lumpuh! Belum sempat ia bergerak, tubuh Han Sin berkelebat dan Kalisang roboh terguling, tak dapat bergerak lagi!

Kakek ini disamping kesakitan dan kekagetan, juga merasa heran setengah mati. Bagaimana ada orang masih amat muda lagi, dapat membikin dia tak berdaya hanya dalam segebrakan saja? Belum pernah selama hidupnya ia mengalami hal aneh seperti ini!

"Hayo kaukatakan, Kalisang. Di mana bocah perempuan yang kaurampas dari tangan Ang-jiu Toanio dulu itu?" Han Sin membentak.

Kalisang berusaha bangun, akan tetapi tidak berhasil. Ia malah tidak kuasa lagi menggerakkan kaki tangannya. Akhirnya ia mengeluh,

"Aduuhhh...... kau hebat sekali..... angak itu..... sudah dingampas...... Hoa Hoa Cingjing.....”

Han Sin melompat maju, mencengkeram lengan Kalisang demikian eratnya sampai kakek itu meringis. Ia merasa betapa tulang-tulang lengannya seperti hancur luluh dicengkeram tangan pemuda aneh ini.

"Jangan bohong! Anak itu tentu sudah kauberikan kepada macanmu menjadi mangsanya!"

“..... ooohh, enggak..... enggak..... aduhh lepaskan lengangku......., betung betung..... dulu dingampas Hoa Hoa Cingjing..... mana aku bengani melawang dia....?"

"Dirampas Hoa Hoa Cinjin ....? Kau maksudkan ...... Hoa-ji itu ......"

"Aku tidak tahu siapa nangmanya .... kau boleh tanyakan saja sama dia ......?"

Han Sin bangun berdiri. Sekali menyambar, ia sudah mengangkat kerangkeng itu dengan sebelah tangan, lalu membanting kerangkeng itu di atas tubuh harimau yang masih berkelojotan di atas tanah. Kerangkeng pecah berantakan dan kepala harimau pecah.

"Kali ini baru kerangkeng dan macanmu yang kuhancurkan. Awas, kalau ternyata kelak kau membohongiku tentang bocah itu, aku akan mencarimu dan menghancurkan kepalamu juga, jangan harap kau akan dapat terlepas dari tanganku!"

"Tidak..... tidak bohong....!" keluh Kalisang yang tidak berdaya sama sekali melihat binatang peliharaan dan kerangkengnya hancur. Han Sin lalu meninggalkan tempat itu dan terus menuju ke utara.

Di sepanjang jalan ia tak dapat menahan jantungnya yang berdebaran tidak karuan. Kalau betul cerita Kalisang bahwa adik kandungnya itu dirampas oleh Hoa Hoa Cinjin, apakah tak boleh jadi kalau adik kandungnya itu adalah Hoa-ji si gadis berkedok? Dan ia sedang mencari Hoa-ji yang menjadi kekasih Pangeran Yong Tee. Betul-betulkah dia adik kandungku ....?

Han Sin ragu-ragu, akan tetapi sekarang semangatnya mencari Hoa-ji menjadi berlipat kali lebih besar lagi. Ia akan mencari Hoa-ji, bukan saja hanya untuk memenuhi permintaan Pangeran Yong Tee, akan tetapi sekarang, terutama sekali, untuk membuktikan apakah Hoa-ji betul-betul adik kandungnya yang selama ini ia cari-cari. Betapapun juga, legalah hatinya mendengar dari Kalisang bahwa adik kandungnya tidak dimakan harimau seperti yang tadinya ia khawatirkan.

Aku harus menyerbu ke utara, kalau perlu kudatangi markas besar tentara Mongol. Harus kujumpai Hoa-ji. Siapa tahu dia betul-betul adik kandungnya! Hati Han Sin berdebar keras. Dia merasa sudah hampir dapat membuka rahasia ini. Rahasia Bi Eng, rahasia Tilana, dan rahasia adik kandungnya! Mungkin rahasia kematian orang tuanya. Dengan penuh semangat, biarpun tangan kirinya masih harus digantung, pemuda ini melakukan perjalanan cepat menuju ke utara.

**** ****
Lanjut ke jilid 052 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment